Disleksia adalah gangguan membaca yang
spesifik pada seseorang dengan pengelihatan dan kemampuan akademis yang memadai
(Kalat, 2009). Gangguan ini terjadi karena kondisi otak yang tidak bisa
mengenali dan memproseskan simbol-simbol tertentu. Orang-orang yang menderita
disleksia mempunyai kesulitan dalam membaca suatu kata dan menganggap kata-kata
tersebut berbentuk lain dari bentuk normal.
Gejala dari penyakit disleksia adalah
mengalami kesulitan dalam mengartikan suatu kalimat sederhana, kesulitan dalam
membaca kata-kata tertulis, dan kesulitan dalam menyajakkannya. Aspek abnormal
dari penderita disleksia ini adalah otaknya, bukan gangguan pengelihatan
ataupun rendahnya intelijensi. Bahkan, banyak orang dengan penderita
disleksia mempunyai kecerdasan di atas rata-rata intelijensi normal.
Berikut ini merupakan cerita dan penjelasan dari beberapa figur tentang
bagaimana mereka menikmati hidup mereka dengan penyakit disleksia .
Christian Boer
Ia adalah seorang desainer grafis yang menderita
disleksia sejak ia lahir. Karena penyakitnya yang tidak mampu membaca
kata-kata, ia padukan penyakitnya dengan seni bersama-sama membuat suatu proyek
yang kemudian bernama Dyslexie pada tahun 2008 saat ia masih
berokupasi sebagai pelajar. Dengan adanya proyek ini, dilakukanlah penelitian
di University of Twente di Belanda pada pasien-pasien
disleksia (disebutnya dyslexics). Riset ini menjelaskan
bahwa dyslexics menunjukkan adanya perkembangan yang progresif dengan membaca
bacaan yang dituliskan dalam Dyslexie. Dyslexie merupakan bentuk tulisan khusus
didesain untuk penderita disleksia agar dapat membaca lebih baik dan
mengurangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam membaca. Karena Boer merupakan
seorang disleksia , ia menyadari sendiri apa yang disleksia butuhkan
untuk melakukan perkembangan dalam membaca kalimat-kalimat sederhana ataupun
kompleks. Boer memang berniat untuk membantu pasien disleksia lainnya
untuk membantu mereka dalam membaca dan melancarkannya dengan font khusus.
Peter Lovatt, Ph.D
Lovatt adalah seorang psikolog juga sekaligus
pedansa handal. Ia menyukai dansa sejak kecil, di mana ketika ia kecil, ia
mengikuti les balet dan ia satu-satunya anak laki-laki pada kelas tersebut.
Sembari hobi yang dilakukannya, Lovatt juga menderita disleksia dan
semakin buruk ketika menginjak umur 20. Ketika ia menyerah untuk berdansa, ia
memutuskan untuk berkuliah jurusan psikologi dan bahasa inggris, mengingat
ketika kecil juga mengalami remedial di kelas bahasa inggris karena menderita
disleksia itu sendiri. Lovatt kemudian mendapatkan beasiswa S2 jurusan Neural
Computation diUniversity of Stirling dan menyelesaikan
disertasinya di Essex University. Tahun 1998, ia menyelesaikan
penelitian untuk mendapatkan gelar Ph.D-nya tentang Short-term Memory
and Dyslexia. Kemudian ia dikukuhkan menjadi profesor di Hertfordshire
University pada September 2004, dan mendirikan Psychological
Dance Lab. pada tahun 2008. Lovatt merupakan salah satu bukti bahwa
penderita dyslexia belum tentu mempunyai mental dan kecerdasan yang normal atau
di bawahnya.
Michael Faraday
Ahli fisika dan kimia ini merupakan salah satu
orang penting pada abad ke-19. Faraday adalah seorang ilmuan yang sempat
berkontribusi dalam bidang elektromagnetisme dan electrolysis.
Suatu hari, seseorang bernama Thomas West mengatakan bahwa Faraday menderita
disleksia. Faraday menjadi kurang peka dalam pengejaan kata dan ketepatan
waktu. Memori Faraday sedang tidak bekerja, melainkan “mempermainkan” Faraday,
dan gejala lain, ia tidak bisa menyelesaikan soal matematika sederhana. Akan
tetapi, Faraday memiliki kemampuan visual yang kuat, bahwa ia pertama memahami
terlebih dahulu apa yang dilihatnya, kemudian memecahkan apa yang dipikirkannya
menjadi bagian-bagian agar mudah dipahami oleh orang lain. Tidak semua
penderita disleksia mempunyai kemampuan ini.
Woodruff pernah menjabat sebagai presiden
perusahaan Coca Cola tahun 1923-1954. Merujuk kepada pengalaman Woodruff waktu
kecil, ia juga menjadi salah satu penderita disleksia. Ayahanda Robert, Ernest
Woodruff, adalah seorang figur yang sangat sukses pada saat itu, dengan
menjabat menjadi presiden dari satu-satunya bank terpercaya di daerah Atlanta
bagian selatan, yaitu The Trust Company of Georgia. Ernest termasuk seorang
ayah yang bersifat otoriter dan keras kepala, sehingga Robert dikuliahkan di
Emory College setelah menyelesaikan studinya di Georgia Military Academy tanpa
mempertimbangkan bidang-bidang yang diminati Robert. Karena didiagnosa sebagai
penderita disleksia, performa Robert ketika di Emory College sangat buruk
sehingga pihak universitas mengirimkan surat yang berisikan tentang
ketidakpuasan mereka terhadap performa Robert pada saat itu. Setelah melewati
masa sekolah, Robert menemukan minatnya pada bisnis. Ia juga menemukan
kesenangan dalam bidang pemasaran atau marketing dan
mempromosikan bisnis Coca-Cola untuk yang pertama kalinya. Dengan bekal
kemampuan Robert yang canggih dalam bisnis membuat ia mampu menghasilkan umpan
balik yang tidak kalah canggihnya hingga perusahaan Coca-Cola bisa dikenal
sampai penghujung dunia.
Dari 4 cerita penderita disleksia di atas, dapat
disimpulkan bahwa penyakit disleksia sama sekali tidak berhubungan dengan
kecerdasan, sehingga dyslexics jangan sampai self-esteem rendah karena
menganggap dirinya tidak pintar dan tidak kreatif. Kreativitas ada pada setiap
diri seseorang, dan tingkatan kreativitas berbeda-beda setiap orangnya.
Teruslah berkreasi karena inovasi datang dari ide kecil yang bisa dikembangkan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar